Jakarta, Hanter - Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta diminta tidak menutup-nutupi audit kasus
Dinas Pekerjaan Umum (Dinas PU) DKI Jakarta terkait dugaan penyimpangan APBD
DKI Perubahan tahun 2013 sebesar Rp180 Miliar.
Sebab, audit dilakukan lebih dari satu bulan dan seharusnya hasil audit sudah dapat
dipublikasikan.
"Kelihatannya
memang BPK menutupi kasus di Dinas PU DKI yang sampai saat ini belum
mengeluarkan hasil audit penyimpangan dana sebesar Rp180 milliar di Dinas PU
DKI Jakarta. Padahal hasil audit sangat penting untuk menentukan ada atau tidak
kerugian negara," ujar Ketua Jakarta Procument Monitoring (JPM) Ivan Parapat
dihubungi Harian Terbit.
Menurutnya, jika BPK
memperlambat atau menutup-nutupi audit kasus tersebut, BPK sama saja telah
menghambat proses hukum.Karena bagaimanapun aparat penegak hukum tidak bisa
melakukan proses penyelidikan dan
penyidikan jika BPK tidak menyerahkan hasil audit. "Disini kita
lihat apakah BPK berani dan profesional mengaudit penggunaan dana di Dinas PU
tersebut," ujarnya.
Dia mengatakan, BPK DKI
dituntut profesional dalam melakukan audit kasus tersebut. Sebab, sebagai
lembaga pemerintahan tidak sepatutnya berpihak kepada kepentingan golongan
maupun pihak tertentu. Tetapi selayaknya
berpihak kepada kepentingan masyarakat. "Kalau BPK profesional,
hasil audit itu sudah dikeluarkan. Bukannya lama seperti ini," ujarnya
Menurutnya pernyataan
Kepala Dinas PU DKI Jakarta Manggas Rudi Siahaan yang selalu berdalih bahwa
kasus sedang diaudit BPK, dapat diindikasikan
ada dugaan korupsi dalam kasus tersebut. "Apabila BPK sudah
keluarkan hasil auditnya, sebaiknya
jangan langsung di kasih ke Dinas PU. Tertap langsung saja
dipublikasikan ke masyarakat. Hal itu untuk mencegah terjadi kongkalikong kasus
antara BPK dengan Dinas PU," ungkapnya.
Bahkan, tambahnya,
apabila BPK dalam hasil auditnya benar-benar menemukan adanya indikasi korupsi,
maka BPK bisa langsung menyerahkan ke
penegak hukum. "BPK bisa juga serahkan hasil auditnya ke KPK, Kejati DKI
atau Kepolisian," tuturnya.
Sebelumnya Kadis PU
DKI Manggas Rudi Siahaan dalam pesan
singkat kepada Harian Terbit mengatakan,
sesuai press release 16 Mei 2014 ke semua media on line dan media cetak, tidak
ada perintah dan instruksi Kepala Dinas PU kepada Kepala Seksi (Kasie)
Kecamatan. Yang ada adalah instruksi No 365 Tahun 2013 kepada eselon III Kabid,
Kasudin untuk melaksanakan kegiatan diatas Rp 100 juta menggunakan rekening
Bank DKI, bukan rekening pribadi. “Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan BPK RI
atas hal ini. Dinas PU menunggu hasil pemeriksaan BPK RI,” ujar Rudi, kemarin.
Sebagaimana diberitakan
Kepala Dinas PU DKI telah memerintahkan
pembukaan rekening pribadi kepada Kasie PU di 44 kecamatan untuk menampung APBD
DKI Jakarta 2013. Persoalan 'patgulipat' dana sebesar 180 miliar terungkap
setelah beredar dokumen pengeluaran cek dari Bank DKI kepada salah satu pejabat
Pemda DKI. Perintah pencairan cek tersebut diduga dari Kepala Dinas PU Manggas
Rudi Siahaan dan dicairkan sebelum tutup anggaran Desember 2013.
Adapun potensi korupsi
tersebut terendus dari mekanisme penyerahan anggaran yang dikirim melalui
rekening pribadi ke sejumlah kepala seksi.Total anggaran yang ditransfer ke
seluruh kecamatan di DKI Jakarta
mencapai Rp 39 miliar dari Rp180 miliar.
Dihubungi terpisah Pengamat Perkotaan dari Koordinator Indonesia
For Transparency And Akuntability (INFRA) Agus Chaerudin menilai kasus
penyelewengan dana APBD di Dinas PU merupakan bukti pelanggaran Undang-Undang
serta tata kelola administrasi keuangan Pemprov DKI. Ahok selaku Plt Gubernur DKI harus tegas dalam menindak
pelaku kasus tersebut.
"Kasus indikasi
KKN di Dinas PU DKI senilai 180 Miliar
merupakan bukti carut marutnya serta pelanggaran Undang-Undang dan
sistem tata administrasi keuangan Pemprov DKI era Gubernur Jokowi dan Wagub
Ahok. Selain itu, ini sekaligus membuktikan bahwa mereka tak seamanah jargon
Visi dan Misi saat Pilkada dan bukti era kepemimpinan Jakarta Baru (JB) tidak
faham administrasi negara yang berlaku," ujar Agus.
Agus mempertanyakan sikap pihak KPK dan Kejaksaan
yang seakan tutup mata terhadap kasus tersebut kendati kasus telah diketahui
masyarakat luas. Menurutnya dalam hal ini, KPK terlihat pilih kasih dalam
menuntaskan setiap kasus yang ada di Pemprov DKI.
"Lebih aneh sikap
KPK yang katanya dilibatkan dalam pengawasan APBD sejak penyusunan, dengan
munculnya kasus-kasus i APBD Tahun Anggaran 2013 (bustransjakarta RP 1.2 T dan
Dinas PU Rp 180M) sampai sekarang tak
juga bergerak untuk melakukan penyelidikan. Hal ini jika dikaitkan dengan
masalah kontroversi indikasi berpihaknya Abraham Samad pada salah satu Capres.
Ini lebih membuktikan Komisioner KPK bersikap pilih kasih dalam menuntaskan
kasus indikasi KKN APBD di Pemprov DKI," terangnya.
Analisis
:
Profesi akuntansi sudah
memiliki prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI ( Ikatan Akuntansi
Indonesia ) , jadi seharusnya sebagai seseorang yang bekerja dalam bidang
profesi akuntansi ini sangat harus sekali memperhtikan dan melaksanakan
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan tersebut, lebih baik lagi kalau tidak
melanggar ataupun melaksanakan walaupun hanya sedikit keluar dari prinsip
tersebut. Tetapi dalam artikel ini, terlihat perilaku yang dilakukan oleh BPK
dalam memeriksa laporan keuangan DINAS PU ini tidak sesuai dengan prinsip yang
seharusnya diterapkan oleh seorang auditor, lebih jelasnya kesalahan yang
dilakukan BPK, dapat dirinci kedalam 7 prinsip profesi akuntansi dibawah ini :
1. Tanggung Jawab Profesi Akuntansi
Sebagai Badan Pemeriksa
Keuangan seharusnya mempunyai tanggung jawabnya sebagai profesional. Sebagai
profesional, setiap anggota BPK mempunyai peran penting dalam masyarakat. Dalam
hal ini, BPK sangat bertanggungjawab sekali kepada masyarakat, karena dana yng
dihitung termasuk uang masyarakat didalamnya sehingga seharusnya BPK DKI
apabila menemukan kejanggalan dalam laporannya, harus segera melaporkan hasil
dari pemeriksaannya dilaporkan langsung ke penegak hukum bukan ke bagian
dinasnya karena hal ini merupakan kepentingan publik bukan kepentingan
golongan. Selain itu, BPK DKI seharusnya dapat menyelesaikan dalam waktu yang
telah ditentukan , bukannya terus diundur terus laporannya.
2. Kepentingan Publik
Sebagai Badan Pemeriksa
Keuangan DKI setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan atas profesionalisme. Tetapi
dalam artikel ini BPK DKI menghambat kepentingan publik karena mengulur-ulur
waktu yang telah ditetapkan untuk melaporkan hasil audit, seharusnya audit
dilakukan hanya dalam satu bulan tetapi sebulan lebih BPK belum melaporkan
hasilnya kepada publik, sehingga adanya dugaan penyimpangan APBD DKI perubahan
tahun 2013 sebesr Rp. 180M belum dapat terungkap. Apabila hal ini sebenarnya
sudah terungkap oleh BPK adanya kesalahan dalam laporan keuangan tetapi
memberikannya bukan langsung ke publik melainkan ke dinas DKI, hal ini sangat
berdampak buruk bagi kepentingan publik karena bisa saja BPK bekerja sama
dengan bagian Dinas DKI nya.
3. Integritas
Integritas seorang
profesi akuntansi disini berguna untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan
publik, setiap anggota harus menjaga tingkat integritasnya dengan terus
memaksimalkan kinerjanya serta mematuhi apa yang telah menjadi
tanggungjawabnya. Tetapi dalam hal ini BPK DKI sudah merusak integritas sebagai
prinsip profesinya, karena bagaimana bisa meningkatkan kepercayaan publik,
kalau BPK DKI terus mengundur waktu hasil pemeriksaan laporan keuangan yang
sudah menjadi tanggungjawabnya sebagai BPK DKI yang harusnya lebih mengutamakan
kepentingan publik.
4. Objektivitas
Prinsip seorang profesi
akuntansi yang satu ini mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak,
jujur, secara intelektual, tidak berprasangka atau bias serta bebas dari
benturan kepentingan atau berada dibawah pihak lain. Dalam kasus ini, adanya potensi korupsi yang
dilakukan DINAS PU DKI sebenarnya lebih besar terlihat, tetapi kenapa auditor
sangat lamban dalam memeriksa laporan keuangan. Seharusnya disini BPK DKI
bersikap objektivitas sebagai seorang profesi akuntansi publik dan tidak berada
dibawah pihak DINAS PU DKI, karena dalam artikel ini seperti terlihat adanya
kerjasama seperti Kadinas yang memberikan alasan masih menunggu hasil audit
yang akan dikeluarkan oleh BPK DKI. Tetapi dalam hal ini BPK DKI sangat lambat
atau sengaja memperlambat mengeluarkan hasil pemeriksaannya, mungkin karena
adanya kejanggalan yang terjadi dalam hal ini. Dalam kasus ini BPK DKI tidak
mencerminkan prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Sebuah Kompetensi
diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman, namun BPK DKI dilihat tidak
kompetensi dalam melakukan pemeriksaan kepada DINAS PU DKI ini, karen sebagai
auditor seharusnya BPK DKI menuangkan pengalamannya dalam mengaudit laporan
keuangan tanpa membedakan laporan keuangna siapa yang diperiksanya. Selain
Kompetensi, kehati-hatian pofesional juga harus dimiliki seorang auditor. Sikap
kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggungjawab
profesinya dengan kompetensi dan ketekunan. Tetapi dalam hal ini BPK DKI
dinilai tidak berhati-hati karena tidak bertanggungjawab atas profesinya dengan
tekun dengan juga patuh.
6. Perilaku Profesional
Dalam hal ini BPK DKI
dinilai tidak memiliki perilaku profesional, seharusnya sebagai auditor yang
profesional seharusnya tidak memilih dalam mengaudit dan bersikap adil atas
siapa saja yang diauditnya. Tetapi dalam hal ini BPK DKI dikatakan tidak
profesional karena terlalu lama mengulur waktu dalam melaporkan hasil
pemeriksaan.
7. Standar Teknis
Standar teknis disini
adalah dimana seorang auditor harus menjalankan setiap standar yang telah
dikeluarkan oleh IAI. Dikarenakan BPK DKI telah keluar jalur dari prinsip yang
telah ditetapkan oleh IAI jadi BPK DKI tidak sesuia dengan standar sebagai
auditor yang telah ditetapkan standarnya oleh IAI dalam kasus ini.
SUMBER :
- http://harianterbit.com/read/2014/06/14/3704/28/18/Audit-Penyimpangan-Dana-Dinas-PU-BPK-DKI-Jangan-Menutup-nutupi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar