Jumat, 27 Juni 2014

Gugatan dalam Hukum Perdata

Hukum perdata juga sering disebut hukum privat yaitu  hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum Perdata menurut ilmu hukum sekarang ini, lazim dibagi dalamempat bagian, yaitu :
1.                  Hukum tentang diri seseorang,
Hukum ini memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum.
2.                  Hukum Kekeluargaan,
Hukum ini mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu : perkawinan, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
3.                  Hukum Kekayaan,
Hukum ini mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
4.                  Hukum warisan,
HUkum ini mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal. Juga dapat dikatakan Hukum Waris itu mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalanseseorang.
A.    Sejarah Singkat Hukum Perdata Indonesia
Hukum perdata di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Napoleon kemudian bedasarkan Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie atau biasa disingkat sebagai BW/KUHPer. BW/KUHPer sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga timur asing. Namun demikian berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda berlaku bagi warga negara Indonesia(azas konkordasi). Beberapa ketentuan yang terdapat di dalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan fidusia.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848. Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.

B.     Hukum Perdata di Indonesia
Hukum Perdata di Indonesia bersifat berbhineka atau bersifat pluralistik, baik secara etnis maupun secara yuridis. Secara etnis dikatakan bersifat pluralistis atau berbhineka karena hukum- hukum yang berlaku bagi penduduk Indonesia, berbeda-beda dari masyarakat adat yang satu dengan masyarakat adat yang lainnya. Keadaan tersebut ditambah dengan diberlakukannya Politik Hukum Belanda di Hindia Belanda yang merupakan Landasan Politik Hukum Belanda atas tata hukum di Hindia Belanda.
·         Pasal 131 IS, secara garis besar menentukan hal-hal sebagai berikut :
Hukum Perdata dan Hukum Dagang (begitu juga Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Pidana) harus diletakkan dalam kitab undang-undang, yaitu dikodifikasi.
Untuk golongan Eropa dianut (dicontoh) perundang-undangan yang berlaku di Negeri Belanda (Asas Konkordansi).
Untuk golongan Indonesia Asli dan Timur Asing (Cina, Arab, dsb), jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendaki, hukum Eropa dapat dinyatakan berlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan dan juga diperbolehkan untuk membuat suatu peraturan baru bersama, untuk selainnya harus diindahkan aturan-aturan yang berlaku di kalangan mereka dan boleh diadakan penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan kemasyarakat mereka. Orang Indonesia asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan golongan Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk golongan Eropa. Penundukkan diri ini boleh dilakukan secara umum atau secara hanya mengenai perbuatan tertentu saja.
Sebelum hukum untuk golongan Indonesia Asli ditulis dalam undang-undang, bagi mereka akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu hukum adat. Berdasarkan ketentuan tersebut maka secara garis besar dapat ditarik beberapa pokok pemikiran mengenai politik hukum Belanda yang meletakkan tatanan hukum di Hindia Belanda sebagai berikut:
Hukum Perdata dan Hukum Dagang dll, dibuat dalam Kitab Undang-Undang yaitu DIKODIFIKASIKAN dan untuk Gol. Eropa diberlakukan ASAS KONKORDANSI, yaitu hukum yang beralku di Belanda diberlakukan bagi golongan Eropa di Hindia Belanda;
Penduduk Hindia Belanda dibagi dalam golongan-golongan penduduk dan bagi mereka berlaku sistem hukum yang berbeda-beda (pasal 131 jo 163 I.S);
·         Penggolongan penduduk dan sistem hukum yang berlaku adalah sbb:
Golongna Eropa : diberlakukan Hukum yang berlaku di Belanda.
Golongan  Timur Asing Cina : KUHPerdata dan KUHD diberlakukan bagi mereka dan sejak tahun 1925, bagi mereka berlaku semua hukum privat yang berlaku bagi Golongan Eropa, kecuali peraturan yang mengenai Catatan Sipil. Dimana bagi mereka berlaku Lembaga tersendiri dan peraturan tersendiri, yaitu dalam bagian IIS. 1917 : 129.
Golongan Timur Asing lainnya (Arab, India, dll), diberlakukan KUHPerdata dan KUHD, kecuali hukum kekeluargaan dan Hukum Waris tetap berlaku hukum mereka sendiri. Dalam bidang Hukum Waris, bagian mengenai pembuatan wasiat berlaku juga bagi mereka.
Golongan Indonesia Asli : diberlakukan Hukum Adat.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka pada zaman Hindia Belanda telah ada beberapa peraturan perundang-perundangan yang dinyatakan berlaku bagi golongan Indonesia, misalnya :
S. 1879 No. 256, secara garis besar menentukan bahwa perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan, seperti pasal 1601 – 1603 lama dari KUHPerdata dinyatakan berlaku bagi golongan Indonesia asli;
S.1939 No.49, menyatakan berlaku bagi golongan Indonesia beberapa pasal KUHD, yaitu sebagian besar dari hukum laut;
S.1933 No. 74 mengenai Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen;
Disamping ada peraturan yang secara khusus dibuat bagi golongan Indonesia, ada pula peraturan yang berlaku bagi semua golongan penduduk (semua warganegara), misalnya :
S. 1933 No. 108           : Peraturan Umum tentang Koperasi;
S. 1938 No. 523           : Ordonansi Woeker (Lintah Darat);
S. 1938 No. 98             : Ordonansi tentang Pengangkutan di Udara.

C.    Contoh kasus Hukum Perdata
Contoh 1.
Andi digugat oleh seorang gadis yaitu Lina untuk membayar ganti rugi atas pembelian gaun baru dan tas serta kerugian immaterial (merasa dirugikan karena telah menceritakan ke teman- temannya) karena Andi telah mengingkari janji mengajak untuk berlibur ke Tokyo, Jepang. Bagaimana penyelesaian kasus ini menurut anda selaku kuasa hukum Lina ?
Jawaban:
Lina tidak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan karena tidak memenuhi syarat materiil gugatan yaitu gugatan yang diajukan Lina tidak beralasan dan tidak berdasarkan hukum. Perselisihan yang terjadi bukanlah melanggar hak yang pantas pada syarat materiil untuk mengajukan gugatan. Selain itu tidak terdapat ketentuan hukum perdata yang dilanggar, diabaikan dan tidak dipenuhi.
Contoh 2.
Rizky (Surabaya) menggugat Hana (Jogjakarta) di Pengadilan Negeri Semarang dengan dasar Hana belum membayar utangnya sebesar Rp.100.000.000,- dengan jaminan tanah HM. No.31 Semarang. Saudara adalah hakimnya bagaimana sikap saudara jika Paulina mengajukan eksepsi bahwa PN. Semarang tidak berwenang memeriksa perkara? Apa alasannya? Dan sebut dasar hukumnya?
Jawaban :
Eksepsi adalah tangkisan yang tidak mengenai pokok perkara, namun jika berhasil dapat menyudahi pemeriksaan perkara. Eksepsi diterima bahwa Pengadilan Negeri Semarang tidak berwenang untuk memeriksa perkara. Pengadilan yang berwenang untuk memeriksa perkara adalah Pengadilan Negeri Demak sebagai domisili tergugat berdasarkan pasal 118 (1) HIR.



Sumber :